• Twitter

19 Juli 2015

Selamat...



DEWA
Sore itu, handphone berdering terus menerus, keringatku bercucuran, panik, kedua tanganku sibuk membuka satu lemari ke lemari lainnya, satu laci ke laci lainnya, mataku terfokus pada setumpuk dokumen yang seolah menjerit ingin diselesaikan, nafasku tak beraturan, dan kakiku bergetar. “Arghhh...” tanganku membongkar semua dokumen diatas meja, jatuh berserakan. Aku lupa! BIsa-bisanya aku lupa! Aku duduk dikursi yang bisa kubilang “kursi panas”,yah sepanas pikiranku sekarang. Bagaimana tidak? Semua yang ada didepan mataku seperti berbeda, tak seperti biasanya, aku menghembuskan nafas berat, aku mulai mengatur nafas, aku mencoba untuk tetap tenang, aku menutup mata...

Ah iya aku baru ingat, handphone, aku pun memungut handphone di pinggir meja yang sedari tadi berdering tak ada habisnya. Ketika kulihat, yah tentu saja, sebuah nomor GSM yang kusimpan dengan nama “Dewi” itu sudah menelponku sebanyak 28 kali. 28? Apa ini pertanda? Tapi pertanda apa? Aku menutup kembali mataku. Aku lupa! BIsa-bisanya aku lupa! “Arghhh...” aku membuang tubuhku yang lemah ini ke sandaran kursi, roda-roda kursi ini membawaku  menghadap kanan atas goncangan tubuhku tadi, ketika kubuka mataku, jendela di depanku yang berjarak sekitar dua meter itu seolah memanggilku. Aku menghampirinya, aku dekatkan tubuhku dengan kaca, tanganku menyentuhnya, kulihat detail air hujan tapi sayang aku tak bisa menyentuh air itu. Aku hanya tersenyum. Aku kembali menutup mata. Aku lupa! BIsa-bisanya aku lupa!

DEWI
Aku hanya melihati tingkahnya saja dari luar pintu kantornya, dia begitu konyol, mulai dari dokumen diatas mejanya yang ia bognkar, ia membuka lemari, laci dan kemudian menghempaskan diri di kursi panasnya. Aku tak tau mengapa hari ini ia sering menutup mata, kenapa dengan dia? Kemudian kuliaht ia mendekat ke jendela. Dia benar-benar konyol, tampaknya dia begitu panik. Apa dia lupa bahwa hari ini tanggal 28? Yah, 28 Februari, hari ulang tahunnya. Aku hanya tersenyum, kemudian aku masuk kedalam ruangannya.
            “Dewa sayang” uajrku dengan lembut dan memeluknya dari belakang, ucapanku tadi tepat dibelakang telinga kanannya, kulihat wajahnya, kemudian mata kami saling beradu, senyum simpul kami tampak begitu jelas. Ia hanya diam.
“Aku lupa! BIsa-bisanya aku lupa!” ujarnya, posisi kami tak berubah, masih sama seperti sebelumnya, dan seperti biasanya.
“Lupa apa?”
“Entahlah...” ujarnya menggantung sebuah kalimat
“Tapi kamu tidak lupa kan hari ini tanggal 28 dan itu berarti hari apa?” tanganku semakin erat memeluknya
“28? Memangnya hari ini hari apa?” wajahnya bingung
Kini kami saling berhadapan, saling memandangi mata yang begitu hangat,matanya yang menemaniku hampir dua tahun ini, matanya yang meneduhkan tapi membuatku semakin lemah
“Selamat ulang tahun Dewaku sayang” senyumku mungkin adalah senyum terakhir yang ia lihat. Pisau kecil diatas mejanya kutusukkan ke perutnya
“Selamat tinggal Dewaku sayang...”


Jakarta, 25 Maret 2015

0 Komentar:

Posting Komentar