• Twitter

12 Agustus 2014

Merah dan Langit adalah dua sosok yang berbeda



Merah, entah yang keberapakalinya, malam ini aku kembali diingatkan denganmu, sosok yang tak dapat kudefinisikan keindahannya.
Begitu banyak cerita tentangmu, yang tentunya tak dapat kuartikan satu persatu melalui ucap yang tak terdengar ini, yah bagaimana mungkin terdengar, telingamu seolah tuli oleh ocehan-ocehanku. Setiap pertanyaanku tak ada satu pun yang terjawab, yah sebab ucapmu hanya kau peruntukkan untuknya, untuk dia yang kupikir adalah subtitusi. Atau mungkin aku salah?
Hingga suatu hari ada rasa kecewa yang teramat sangat, aku tak tau kau yang membuatnya sakit atau sebaliknya? Tapi tentu keduanya sama saja membuatku sakit. Kau tau tentang rasaku, kau tau tentang aku, iya kau tentu tau, iya kau pasti tau.

2 Agustus 2014

Untuk Langit yang hari ini tak tersenyum~



Hari ini, entah aku yang sengaja ingin bertemu, atau memang alam membantu kita untuk bertemu, tapi apa pun alasan itu, aku tentu bahagia setiap ada pertemuan diantara kita.
Kita? Yah aku sadar siapa kamu, siapa aku, dan tentunya siapa dia.
Dia yang bisa membuatmu bahagia saat aku yang membuatmu terluka, dia yang ada disampingmu saat aku jauh darimu, dan dia yang sayang padamu mungkin melebihi sayangku padamu. Tentu aku tak berani mengatakan aku sangat amat menyayangimu, sebab aku masih liar disana, sebab hati ini tidak dirantai apalagi dijinakkan. Karena sekuat apapun seseorang menyelimuti hati ini, masih saja ia mencari sang pemiliknya, walau ia tau sang pemiliknya berada jauh darinya...

22 Mei 2014

Tapi sayangnya aku tak diizinkan…

Aku tak tau rasa apa yang muncul setiap kali aku melihatnya (lagi)
Tapi aku perlu tau dan aku ingin tau
Aku berharap aku tak bertemu dengannya,
Aku berharap aku dijauhkan darinya,
Aku berharap langkahku tak disejajarkan dengannya,
Aku berharap telinga ini tak mendengar tentangnya,
Aku berharap rasa ini tak muncul setiap kali mengenangnya,
Mengenang?
Yah tentu, segala hal tentangnya kini hanya kenangan.
Aku sakit, ketika tak lagi ada dia
Aku lemah, ketika aku benar-benar sendiri.

13 April 2014

Sementara




 Bumi, lama tak jumpa dengan hati
Kita terlalu larut pada mata dan logika
Kita terlalu sibuk pada langkah kaki yang membawa kita seolah berpisah
Tapi aku selalu berharap perpisahan itu hanya sementara
Sementara membawa kita kepada kehidupan yang bertolak belakang
Sementara membawa kita kepada amarah dan kebencian
Sementara membawa kita berjalan diatas kerikil-kerikil yang membuat pedih
Sementara membawa kita melihat realita yang menyayat hati
Hahaha, aku hanya bisa tertawa selagi kau menikmati duka
Selagi kita, ya kita, kita berdua, berduka

26 Januari 2014

Kemudian aku bertanya~

Hai bumiku, sebentar lagi kita akan kembali kepada kota kita masing-masing,
Kota yang membawa kita bertemu namun akhirnya mereka pun menarik kita,
Kota yang sama-sama kita banggakan ke-ada-annya

Bumiku, apakah begitu jalan kita? Malam yang sepi pun menjadi semakin sepi~
Apakah itu pertanda bahwa kita sama2 sedang kesepian? Atau hanya kamu? Atau hanya aku? Katamu hujan ini pertanda baik, tapi dinginnya tidak bagiku, aku merasa semakin tidak baik~ Seperti sunyi, yang kudengar hanya angin. Suaraku bahkan tak terdengar, atau mungkin tak terucap?
Bumi, kau tau betapa yang kurasa begitu mendalam, begitu memiliki arti yang kutak tau apa kau akan mengerti? Atau aku yang hanya bisa menyimpannya seorang diri?

Bumiku, sesingkat itukah ucapan kita? Hujan turun semakin deras di depanku, dingin~
Bumi, kau tau betapa harapanku begitu besar, namun kutak tau apa kau mengharapkan hal serupa? Atau jika tidak, lalu apakah hanya aku yang memperjuangkan?