• Twitter

13 Juli 2020

MEMANTASKAN DIRI






Beberapa waktu lalu, ada satu kalimat dari sepupuku yang membuatku berpikir ‘Maksudnya apa?’ Kalimat itu adalah, “Memantaskan diri, agar kamu yang dipilih oleh dia”. Saat itu juga, entah mengapa mataku berkaca-kaca.

Tiba-tiba muncul pertanyaan besar dalam diriku tentang MEMANTASKAN DIRI? Bagaimana? Aku harus apa?

Sampai detik ini, aku masih bertanya pada diriku sendiri. “Apakah aku pantas untuk dia?”, tapi ada pertanyaan lain pula dalam hatiku, “Apakah aku tidak cukup pantas untuk dia? Kenapa?” Aku belum mengetahui jawabannya, dan hal itu membuat aku sangat amat gelisah! Yaaa, gelisah, lagi...


Pada akhirnya aku berpikir lagi, dan lagi, mencoba menyelami hatiku yang paling dalam, untuk mencari jawaban itu...


Memangnya kenapa dengan aku? Mengapa aku tidak cukup pantas untuk dia? Tapi benarkah aku tidak cukup pantas untuk dia? Lalu bagaimana yang pantas itu?

Bukankah di zaman sekarang tidak ada yang namanya “kasta”? Aku dan dia sama saja, bukan? Seorang laki-laki dan perempuan berumur 26 tahun, memiliki agama dan akhlak yang sama, memiliki pekerjaan dan penampilan yang cukup. Bukankan begitu saja cukup? Apa yang membuat aku harus berubah sehingga dibilang “Pantas” untuk dia? Apa ada yang aku tidak punya sehingga menjadi tak pantas? 

 

Tiba-tiba aku teringat kata seseorang, sebut saja Merah. Dia pernah berkata, “Mutiara akan selalu menjadi Mutiara bahkan ketika ia berada di dalam sampah sekalipun”. Mutiara itu adalah aku, sekalipun aku bilang kepadanya bahwa aku sudah tidak baik, aku tidak sempurna, dan aku tidak pantas buat dia, tapi dia selalu melihat aku seperti “Mutiara”.

 

Kemudian kini aku bertanya, Apakah “Memantaskan diri” adalah bagaimana kita “Melihat” orang tersebut? Jika memang begitu, maka yang seharusnya menjawab adalah kamu. Kamu melihat aku seperti apa? Apakah kamu melihat aku sudah pantas, atau malah sebaliknya? Aku berharap, kamu melihat aku sudah pantas ^^

 

Tidak banyak yang ingin kusampaikan, aku hanya ingin mengatakan bahwa “Apabila aku tidak cukup pantas sekalipun, percayalah aku akan berusaha -Memantaskan diri- menjadi seseorang yang pantas, bagimu. Setidaknya bagimu, aku ingin memberi semua yang bisa kuberi...”

Bukankah kita berpisah karena tidak saling menyakiti? 

Kini, aku sendiri, menikmati setiap memori yang tersimpan dalam hati.

Apakah benar sudah tidak ada ruang untukku bisa kembali? 

Jika begitu adanya, izinkan aku terus memberi rasa ini.

 

Kalimat yang selalu menjadi peganganku setiap aku mencintai seseorang.

"Perasaanku padamu, biarlah. Itu urusanku.

Bagaimana kamu kepadaku, terserah. Itu urusanmu." 

Maka, dengan ini izinkan aku terus memberi. Ya, memberi segala yang bisa kuberi. Memberi cinta yang tidak akan bisa kuberikan kepada yang lain, sebelum bendera kuning berkibar. Izinkan aku terus memberi cinta ini... 

 

0 Komentar:

Posting Komentar