• Twitter

19 September 2012

Selamat Ulang tahun, Sang Berlian Tuhan

                                               

“Hay Yose, apa kabarmu disana? Ternyata sudah sangat lama kita tak berjumpa. Tapi entah mengapa hadirmu serasa begitu dekat denganku disini? Walau sebenarnya kutau, ini bukanlah ragamu. Namun, hanya bayanganmu yang dibawa oleh hembusan angin”
Seketika airmataku mengalir di pipi ini, bukan sedih, hanya saja terharu dengan buku yang baru saja kubaca dan baru 20 halaman kuhabiskan.

            “Yose, aku ingin bercerita. Saat itu, 10 agustus 2012, aku merasa begitu kehilanganmu. Walau ku tahu setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Aku takut Yose. Takut apabila sang waktu memberhentikan detiknya hingga kita tak bisa lagi berkomunikasi. Takut apabila sang jarak memotong jembatannya hingga kita tak bisa lagi berjumpa. Takut apabila sang otak tiba-tiba terhenti hingga kita tak bisa saling mengingat kembali. Lebih khususnya, aku takut benar-benar kehilanganmu, Yose…”

Airmataku  semakin deras. Ooh, kenapa ini? Padahal tokoh Viona ini adalah orang asing bagiku, yang hanya kebetulan bukunya yang berjudul “Aku tak mau menjadi yang haram bagimu, Yose” itu kubeli. Dan tokoh Yose? Aku jadi teringat “Sang Antropolog” yang sedang studi di Kota Pelajar.
Aah, nyatanya “Sang Antropolog” itu datang lagi dalam memori otakku…

            “Yose? Apa kau tahu mengapa aku begitu tak ingin menjadi yang haram bagimu? Aku lelah Yose. Lelah mencari yang terbaik dari bagian yang terbaik  disekelilingku. Aku bingung harus menuntun kupu-kupuku kemana lagi? Sedang tiada bunga yang mekar dengan indah, tiada bunga yang harum baunya, tiada bunga yang sedap dipandang. Nyatanya kupu-kupuku terdiam di mahkotamu! Mungkin karena warnamu yang merah menyala. Namun, sesaat ketika kupu-kupuku terbang mencari sang embun untuk membasahinya, dan ketika kembali??? Sebuah kenyataan pahit! Ingin rasanya kembali menjadi kepompong atau ulat saja. Kutemui kupu-kupu indah berwarna putih suci yang juga hinggap di mahkotamu…”
Ingin rasanya kututup buku ini dan berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahku yang penuh airmata ini. Aku pun tak kuasa menahannya lagi, aku tak bisa membohongi hatiku lagi, aku tak mampu bertahan lagi. Ooh tuhan, perasaan apa ini? Seakan aku bisa merasakan apa yang Viona rasakan. Tapi, apakah Yose tahu tentang ini? Atau, apakah “Sang Antropolog” itu juga tahu?
           
“Yose, kamu dimana? Aku hanya seorang wanita yang sedang kesepian! Yose, aku ingin bercerita. Sesaat setelah kepergianmu, aku sempat merindukanmu. Sangat amat merindukanmu, Yose”
Nyatanya aku memutuskan untuk melanjutkan membaca buku ini. Dan nyatanya, seperti ada pisau yang menusuk jantungku. Ooh, aku benar-benar merasakan yang Viona rasakan.
-Aku merindukanmu, Sang Antropolog, Sang Berlian Tuhan-

“Tapi Yose, bolehkah aku bertanya? Apakah kau pernah merindukanku? Namun, kau tak pernah megatakan bahwa kau merindukanku kan? Jadi jelas saja jawabannya pasti TIDAK. Oh ya, tentang kupu-kupu indah berwarna putih suci yang hinggap di mahkotamu. Selamat ya…
Aku hanya bisa tersenyum jika memang itu pilihanmu, dan kau tidak memilihku. Tak masalah, mungkin aku bukan yang terbaik bagimu. Walau sejujurnya kau sudah yang terbaik bagiku, Yose. Yose, jika bisa, aku ingin menangis di depanmu dan mengeluarkan segala isi hatiku, aku ingin berkata jujur, Yose. Tapi nyatanya aku tak bisa. Aku terlalu lemah…”
Astagaaaaa,,, inilah faktanya,,, Viona ini penulis terbaik yang pernah saya tau. Isinya benar-benar mewakili isi hatiku.
Ooh, sang Antropolog, jika aku bertanya sama dengan yang Viona tanyakan pada Yose, kau menjawab apa? Apa kau juga akan mengatakan TIDAK?
Ooh, sang Antropolog, sesungguhnya aku juga ingin berkata jujur padamu. Namun, rasanya situasi dan kondisi tidak mendukungku.

            “Yose, dihari bahagiamu nanti. Aku tak bisa datang menemuimu dan berjabat tangan denganmu sembari mengucapkan Selamat. Aku jauh darimu Yose. Namun, disini kulantunkan doaku untukmu, selalu, Yose…”
Hari bahagia? Apa maksud Viona?

            “Di hari bahagiamu, kau akan bertemu banyak orang yang dengan senyuman menghampirimu dan meraih tanganmu dengan mengucapkan selamat. Dan dengan senyuman pula kau akan menjawab Terimakasih
Aku masih tidak tau apa maksud Viona, hari bahagia itu? Akhirnya, kulanjutkan membaca buku Viona di bagian 3.

            “Aku tak mau menjadi yang haram bagimu, Yose. Apakah aku egois? Permintaanku berlebihan? Sejujurnya, aku hanya tak ingin benar-benar kehilanganmu, Yose. Kepergianmu saja sudah membuatku sangat sedih, bagaimana jika kehilanganmu?”
Ya Allah, serasa airmata ini tak pernah habis dari sumbernya, mengalir dan terus mengalir. Jika ada sedikit saja keberanian di diriku, aku juga ingin mengatakan.
“Aku tak mau menjadi yang haram bagimu, Sang Antropolog”
Tapi kapan aku bisa mengatakan itu? Aku menunggu “waktu” itu akan datang…

Kepada engkau Sang Antropolog, Sang Berlian Tuhan
Mungkin “Hari bahagia” versi Viona dan aku berbeda.
Saat tiba hari bahagiamu, 20 September 2012. Aku tak bisa berada di sekelilingmu. Aku jauh darimu…
Maafkanku tak bisa menjabat tanganmu dan langsung mengatakan “Selamat Ulang Tahun”
Aku hanya bisa duduk menghadap kiblat dan bersujud pada-Nya dengan memohon agar engkau menjadi sosok yang lebih baik, agar semua harapanmu tak pernah menjadi kosong…

Dan mungkin “Isi Hati” versi Viona dan aku hampir sama.
Semoga kau mengerti,
Semoga kau memahami ^_^

-BeBee-

2 Komentar:

Anonim mengatakan...

Masih gak mudeng sama ceritanya :D

Arjuna mengatakan...

hai udah berkunjung balik

Posting Komentar