Skenario. Drama. Konflik.
Aku baru menyadari mengapa Tuhan membawaku melangkah sejauh ini.
Mengikuti arus yang bahkan aku tak tau dimana ia akan berhenti.
Seperti burung merpati yang terus mengirimkan surat tak berarti.
Aku tenggelam dalam drama dan konflik yang kubuat sendiri.
Aku suka saat aku sendiri, sebab aku bisa membacakan semua skenario yang telah aku tulis.
Aku suka membayangkan dirimu menjadi tokoh protagonist yang melakukan aksi, dan aku menjadi konflik dalam cerita itu.
Aku suka saat mengucapkan dialog kita yang begitu emosional, hingga harus ada yang menangis.
Aku suka membuat ending yang menenangkan, sebab agar aku bisa tidur nyenyak setelah itu.
Tapi malam ini, tokoh yang menangis itu, rupanya adalah aku.
Aku menangis, seperti anak kecil, hingga sesak dadaku.
Semuanya sakit! Semua organku seolah memberi tahu bahwa aku harus berhenti menunggu.
Tapi ada satu yang terus berkata “Jangan, masih ada harapan, aku akan menemanimu sampai akhir.” Begitulah ucap hati.
Tapi air mataku terus keluar, sambil menggelengkan kepala dan berkata “Harus sampai kapan? Aku Lelah terus mengalir.”
Dan bibirku keluh, ia juga lelah mendengar perdebatan Hati dan Air mata. Ia pun hanya bisa berteriak “Aaarrgghh!!!”
Hai kamu, apa kabar? Semoga dalam keadaan baik-baik saja.
Aku gak nyangka kalo kita bakal satu kota, setidaknya ada alasan untuk aku kalau-kalau aku rindu dan ingin bertemu.
Tapi, pertemuan pertama kita di Jakarta, sepertinya akan menjadi hari yang paling mengesankan, setidaknya bagiku..
Aku berharap, semoga hari itu, tidak membuat aku menangis karena sedih atau semacamnya. Semoga hari itu, adalah hari yang bisa membuat aku tidur nyenyak tanpa harus membuat scenario-skenario emosional lagi di malam hari.
Aku menantikan hari itu tiba, apa pun yang akan terjadi, aku pasrah, aku serahkan semuanya kepada Tuhan dan semesta. Setidaknya aku sudah berdoa dan berusaha.
“Semoga benda kecil ini bisa menemani setiap langkah kamu menggapai mimpi, **z! Selamat berjuang, di Jakarta.”
Aku mencintaimu.
Sebab itulah aku merindukanmu.
Sebab itulah aku terus mendoakan keselamatanmu.
Sebab Aku mencintaimu, maka aku akan terus memberi rasa ini padamu.
Jika Aku mencintaimu harus ada penyebabnya, mungkin aku tak akan pernah tau jawabannya. Karena aku tak menemukan penyebab aku bisa mencintaimu. Tapi aku menemukan jawaban sebab aku mencintaimu.
“Kamu tau gak, perasaan aku saat ketemu sama kamu, 3 tahun yang lalu? Rasanya kayak sisi hati aku yang kosong tiba-tiba terisi oleh kamu, dan perlahan kamu mengisi keseluruhan hati aku. Ketahuilah satu hal, dari dulu aku emang udah suka sama kamu, sejak usiaku 14 tahun. Rasa suka itu gak pernah berubah menjadi gak suka sedikit pun! Dan sejak 3 tahun yang lalu, aku menyadari bahwa rasa suka itu berubah menjadi rasa sayang. Dan rasa sayang itu menyelimuti seluruh hati aku, sampai akhirnya perlahan berubah menjadi rasa cinta. Yaahh, begitulah... Perasaan manusia, gak ada yang tau. Aku sih percaya, hanya Tuhan yang mampu membolak-balikkan perasaan manusia. Oleh sebab itu aku juga percaya, hanya Tuhan yang mampu memberi dan menarik kembali perasaan itu.”
0 Komentar:
Posting Komentar