Hati
itu liar, dia akan terus berkelana kalo gak dijinakkin..
Dia
gak bisa semata-mata dirantai, tapi memang butuh dijinakkan..
Jujur,
setiap kali putus, beberapa hari mungkin, aku mungkin udah suka sama orang
lain, tapi di sana, aku gak ngeharapin disukai balik..
Aku
cuma butuh orang yang bisa jadi semacam labuhan.
“Kamu
akan tau itu rumah, jika kamu ngerasa butuh ketika meninggalkannya”
Yah,
aku menemukan rumah, tapi aku gak yakin ada pintuku buat masuk. Tapi
seenggaknya ada labuhan lagi buat si hati.
Dan
aku ga berharap lebih, jika ada pintu masuk atau semacamnya.
Maka
aku hanya bisa berpesan, buat ngejagain si rumah, meskipun dari luar.
Beberapa hari lalu, aku
hanya sedang menjalani hari-hari sebagai perempuan biasa, yang tidak memiliki
hati dan hatinya pun tak dimiliki siapa pun, seorang diri, mencoba mencari kapal
sebanyak-banyaknya, tapi tak mencari labuhan. Siapa yang tahu, bahkan aku
sendiri tak tau dimana labuhanku akan berhenti, mungkinkah aku akan
menemukannya nanti saat aku benar-benar tau dunia luar yang liar? Atau mungkin
bahkan seseorang dimasa laluku yang
kelam? Yah tak ada yang tau…
Dan beberapa hari lalu,
aku sedang mencoba menutupi lukaku yang sejujurnya tak pernah sedikit pun
terobati, aku hanya ingin seolah menutup-nutupi, aku hanya ingin seolah tegar,
aku juga hanya ingin disebut tak lemah ketika bertemu dia. Siapa yang tahan
ketika melihat seseorang yang pernah ada di hati kita dipertemukan kembali?
Sebahagia apa rasanya? Atau bahkan sesedih apa rasanya? Atau mungkin biasa
saja?
Dan beberapa hari lalu,
aku dipertemukan kembali dengan orang itu, tiga detik dia berjalan kearahku tak
sedikitpun mataku berpaling, yah hanya tiga detik yang seolah mewakili
perasaanku tiga tahun ini. Dalam diam, “Hai And? Apa kabarmu? Kenapa kau datang
kalau pada akhirnya akan pergi?” tapi untungnya aku masih bisa menahan diri
untuk tak menangis dari luar di depannya…
Dan beberapa hari lalu,
lagi-lagi aku dipertemukan kembali dengan orang itu,yang sebelumnya aku
menghabiskan waktu 36 menit untuk menangis dan membuat mataku menjadi tak
normal, yah 36 menit itu seolah mewakili 36 bulan kerinduanku padanya. Dan saat
aku benar-benar bertemu dia lagi, aku melihat ada sebuah senyum disana, senyum
konyol yang diam-diam selalu ingin aku lihat. Kekonyolannya membuatku berpikir
konyol, bagaimana mungkin aku rela jika harus terbaring di rumah sakit untuk
bisa melihat dia? Bagaimana mungkin aku rela mendengar kabar buruk sekalipun
juga hanya untuk bisa melihat dia? Nyatanya 36 bulan itu, dalam diam hanya aku
yang menyimpan semua rahasia hatiku padanya, saat bunga tidur membangunkanku
karena nyatanya tak ada dia didepanku, saat sebuah ruangan membuyarkan
lamunanku karena selalu tak ada dia dihadapanku, saat sebuah kejadian dejavu
tapi tak ada dia dibelakangku, dan saat aku berjalan sendiri padahal dulu dia
disampingku. Yah, semua seolah hanya mimpi besar yang sangat amat susah tuk
kuraih, karena dia takkan lagi nyata di dekatku, hanya bayangan yang bahkan tak
dapat aku lihat…
Dan ini kenyataan, saat
beberapa hari lalu aku mendengar sebuah argument yang menusuk relung hati ini.
Bukan kabar buruk, bahkan sebaliknya. Ini mungkin kebahagiaan yang tak ternilai
harganya, saat aku merasa ini benar-benar diluar dugaan, ini seolah tanpa
logika.
Hanya satu yang kuingat
dari ucapannya, One condition, you’re
still a wild pearl in the world, not the other’s…
0 Komentar:
Posting Komentar